GIANYAR-NeraBaliNews: Galery Pithecantropus di Ketewel Kabupaten Gianyar Bali, mengkoleksi 100 lembar kain batik Lawas dengan motifnya telah dipengaruhi oleh budaya India, China, Jepang dan Belanda dipamerkan untuk pengunjung.
Salah satu koleksi yang paling lawas adalah selembar kain batik asal Pekalongan dengan motif telah dipengaruhi oleh budaya Belanda dengan tahun pembuatannya pada tahun 1920. Kondisi kainnya masih terlihat bagus karena belum pernah dipakai.
Motif kain, terinspirasi dari orang orang Belanda yang datang ke Indonesia dimana mereka sangat tertarik dengan kegiatan masyarakat lokal di pesisir pantai Utara Jawa , seperti Cirebon dan Pekalongan dengan tradisi membatik. Sebelum kehadiran budaya Belanda konsep membatik kala itu masih minim kolaborasi warna. Dengan adanya pengaruh Belanda konsep membatik mulai banyak motif dan variasi warna.
Kehadiran orang Belanda membawa motif bunga-bunga kemudian unsur- unsur binatang dalam kain batik dan ini dikategorikan konsep baru bagi pembuat batik masa itu. Alasan orang Belanda terjun ke dalam membatik karena mereka ingin menggunakan batik, layaknya masyarakat Indonesia kala itu, sehingga mereka turut serta dalam membuat batik agar bisa berbaur dengan masyarakat.
Boby Eko Hariyanto, Manager Pithecantropus mengatakan batik yang dipamerkan ini bukan batik bekas tetap batik yang belum pernah dipakai oleh pemiliknya sehingga terlihat seperti baru. Proses untuk mendapatkan batik ini dengan menggali informasi dari pecinta batik di daerah pantai Utara Jawa kemudian menggali informasi proses pembuatannya. “Untuk mendapatkan koleksi batik ini dengan berburu kepada pecinta batik di daerah pantai Utara Jawa, Untuk dibeli menjadi koleksi kami.” Katanya.
Setelah mendapatkan kolek batik lawas kemudian proses perawatan dengan menyimpan pada suhu normal, 25-28 derajat dan yang perlu dihindari adalah tempat penyimpanan yang lembab. “Meskipun memiliki kain batik yang utuh dengan warna yang jelas, namun pengerajin batik sekarang ini tidak bisa membuat batik yang mirip, seperti aslinya karena teknik pembuatkannya berbeda bahkan ada bagian motif batik yang kita tidak diketahui proses pembuatannya,” jelas Boby Eko .
Pameran yang mengambil tema pasang surut ini diharapkan dapat memberikan edukasi kepada generasi muda saat ini. Kaum muda diharapkan dapat mengerti mengenali serta merasakan perkembangan budaya Indonesia dari masa ke masa sehingga mereka terpanggil untuk melestarikan “Kita berharap dengan pameran ini para generasi mulai bisa mengerti, mengetahui dan merasakan perkembangan budaya pada zaman dulu sehingga mereka terpanggil untuk melestarikan budaya bangsa. Pameran batik ini tidak hanya berasal, pantai Utara Jawa pameran berikutnya kami akan pamerkan karya batik dari daerah lain di Indonesia.” Ucap Boby Eko.
Salah satu penggemar batik, Deyang mengatakan pameran ini sangat bermanfaat bagi generasi muda, karena melalui pameran para pemuda bisa mengetahui karya seni batik jaman dulu meskipun mereka belum lahir. “Saya melihatnya batik dengan usia yang cukup tua, ya mungkin usiannya sebelum orang tua saya ada, saya sendiri kaget, masih ada batik dengan usia uang cukup lama dengan kondisi yang masih bagus.” Pungkasnya.
Deyang berharap generasi muda bisa belajar tentang sejarah kebudayaan yang ditinggalkan karena setiap motif batik yang ada disini memiliki cerita, yang berbeda yang dipengaruhi oleh negara berbeda pula. Batik di Galery Pithecantropus ini berasal dari pantai Utara pulau Jawa seperti pekalongan ini telah dipengaruhi oleh budaya Jepang India, China dan Belanda .”Saya baru lihat ada batik tulis dengan usia yang cukup lama karena yang saya lihat selama ini adalah batik yang di print yang dijual di pasar.” Tutup Deyang.